Oleh : ABDUL HAMID AL BILALY
KISAH-KISAH NYATA
1.
Kematian yang
tiba-tiba:
Seorang
anggota parlemen dalam kondisi kesehatan yang prima, penuh energik dan memiliki
etos kerja sangat tinggi, orangnya masih muda. Namun, tiba-tiba virus ganas
menyerang otaknya. Tak berlangsung lama, virus tersebut berubah menjadi
segumpal daging. Anggota parlemen itu akhirnya tidak berdaya dan meninggal
dengan cara yang amat mengenaskan.
2.
Kematian tak kenal
orang sehat atau sakit:
Seorang
komandan tinggi dijajaran angkatan bersenjata, ia tidak pernah mengeluhkan
suatu penyakit apapun, tubuhnya padat berisi, otot-ototnya kekar, lincah dan
gesit dalam melakukan tugas di teritorialnya. Seperti biasa, pada suatu malam,
ia pergi tidur. Di pagi hari, sang ibu membangunkannya. Tak ada jawaban. Apa
yang terjadi? Ternyata tubuhnya telah dingin dan terbujur kaku. Tidur itu
menghantarkan pada kematian yang tak akan kembali lagi.
3.
Temanku mati terbakar
Abu
Abdillah berkata: “Aku tak tahu, bagaimana harus menuturkan kisah ini padamu. Kisah
yang pernah aku alami sendiri beberapa tahun yang lalu, sehingga mengubah total
perjalanan hidupku, sebenarnya aku tak ingin menceritakannya, tapi demi
tanggung-jawab di hadapan Allah, dan peringatan bagi para pemuda yang
mendurhakai Allah dan demi pelajaran bagi para gadis yang mengejar bayangan
semu, yang disebut cinta, maka aku ungkapkan kisah ini.
Ketika
itu, kami tiga sekawan. Yang mengumpulkan kami adalah kesamaan nafsu dan
kesia-siaan. Oh tidak, kami berempat satunya lagi adalah setan.
Kami
berburu gadis-gadis. Mereka kami rayu dengan kata-kata manis, hingga mereka
takluk, lalu kami bawa ke sebuah taman kecil terpencil. Di sana kami berubah menjadi serigala-serigala
yang tak menaruh belas kasihan mendengar rintihan permohonan mereka, hati dan
perasaan kami sudah mati.
Begitulah hari-hari kami di taman, di tenda
atau dalam mobil yang di parkir di pinggir pantai. Sampai suatu hari, yang tak
pernah saya bisa melupakannya, seperti biasa kami pergi ke taman. Seperti biasa
pula, masing-masing kami menyantap satu mangsa gadis, di temani minunan laknat.
Satu hal kami lupa saat itu, makanan. Segera salah seorang di antara kami
bergegas membeli makanan dengan mengendarai mobilnya. Saat ia berangkat. Jam
menunjukkan pukul enam sore. Beberapa jam berlalu, tapi teman kami itu belum
juga kembali. Pukul sepuluh malam, hatiku mulai tak enak dan gusar. Maka aku
segera membawa mobil untuk mencarinya, di tengah perjalanan, di kejauhan aku
melihat jilatan api, aku mencoba mendekat.
Astaghfirullah, aku hampir tak percaya dengan yang kulihat. Ternyata api itu
bersumber dari mobil temanku yang terbalik dan terbakar. Aku panik seperti
orang gila. Aku segera mengeluarkan tubuh temanku dari mobilnya yang masih
menyala. Aku ngeri tatkala melihat separuh tubuhnya masak terpanggang api.
Kubopong tubuhnya lalu kuletakkan di tanah.
Sejenak
kemudian, dia berusaha membuka kedua belah matanya, ia berbisik lirih: “ api
…., api ……!
Aku
memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit dengan mobilku. Tetapi dengan suara
campur tangis, ia mencegah: “Tak ada gunanya .. aku tak akan sampai …!
Air
mataku tumpah, aku harus menyaksikan temanku meninggal di hadapanku. Di tengah
kepanikanku, tiba-tiba ia berteriak lemah: “apa yang mesti kukatakan kepada-Nya?
Apa yang mesti kukatakan pada-Nya?
Aku
memandanginya penuh keheranan. “siapa? Tanyaku. Dengan suara yang seakan berasal dari sumur yang amat dalam, dia
menjawab: “Allah!”
Aku
merinding ketakutan. Tubuh dan perasaanku terguncang keras. Tiba-tiba temanku
itu menjerit, gemanya menyelusup ke setiap relung malam yang gulita, lalu
kudengar teriakkan nafasnya yang
terakhir: “Innaalillaahi wa’inna ilaihi raajiuun.”
Setelah
itu, hari-hari berlalu seperti sedia kala, tetapi bayangan temanku yang
meninggal, jerit kesakitannya, api yang membakarnya, dan lolongannya” apa yang
harus kukatakan pada-Nya? Apa yang harus kukatakan pada-Nya? Seakan terus
membuntuti setiap gerak dan diamku.
Pada
diriku sendiri aku bertanya: “Aku …apa yang harus kukatakan pada-Nya?
Air
mataku menetes lalu sebuah getaran aneh menjalari jiwaku. Saat puncak
perenungan itulah, sayup-sayup aku mendengar adzan subuh menggema: Allahu
Akbar, Allahu Akbar, Asyhadu alla ilaaha illa Allah …. Asyhadu Anna Muhammadar
Rasuulullah, Hayya ‘Alash Shalaah …”
Aku
merasa bahwa adzan itu hanya ditujukan kepada diriku saja. Mengajakku
menyingkap fase kehidupanku yang kelam, mengajakku ke jalan cahaya dan hidayah.
Aku segera bangkit mandi dan wudhu, mensucikan tubuhku dari noda-noda kehinaan
yang menenggelamku selama bertahun-tahun.
Sejak
saat itu, aku tak pernah lagi meninggalkan shalat. Aku memuji Allah, yang tidak
layak dipuji selain Dia. Aku telah menjadi manusia lain. Maha Suci Allah yang
mengubah berbagai keadaan. Dengan seizin Allah, aku telah menunaikan umrah.
Insya Allah aku akan melaksanakan haji dalam waktu dekat, siapa yang tahu? Umur
ada di tangan Allah? ([1]).
4.
Kesudahan yang
berlawanan:
Tatkala
masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orang tuaku dalam lingkungan
yang baik. Aku selalu mendengar do’a ibuku saat pulang dari keluyuran dan begadang
malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam shalatnya yang panjang. Aku heran
mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat
tulang.
Aku
sungguh heran, bahkan hingga aku berkata kepada diriku sendiri: “alangkah
sabarnya mereka …. Setiap hari begitu ….. benar-benar mengherankan!.
Aku
belum tahu bahwa di situlah kebahagiaan orang mukmin, dan itulah shalat-shalat
orang-orang pilihan… mereka bangkit dari tempat tidurnya untuk bermunajat
kepada Allah.
Setelah
menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi
diriku semakin jauh dari Allah.padahal berbagai nasihat kuterima dan kudengar
dari waktu ke waktu.
Setelah
tamat dari pendidikan, aku ditugaskan di kota
yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak
ringan menanggung beban sebagai orang terasing.
Di
sana, aku tak
mendengar lagi suara bacaan Al Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan
dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian jauh dari lingkungan
keluarga yang dulu kami nikmati.
Aku
ditugasi menjaga keamanan lalu lintas di jalan antar kota. Di samping menjaga keamanan jalan.
Tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan. Pekerjaan baruku sungguh
menyenangkan, aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi,
tetapi hidupku bagaikan di ombang-ambingkan ombak.
Aku
bingung dan sering melamun sendirian… bayak waktu luang…. pengetahuanku
terbatas.
Aku
mulai jenuh… tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku sebatang kara. Hampir
setiap hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan orang-orang yang mengadu
kecopetan atau bentuk-bentuk penganiayaan lain. Aku bosan dengan rutinitas.
Sampai suatu hari terjadilah sebuah peristiwa yang hingga kini tak pernah
kulupakan.
Ketika
itu, kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan. Kami asyik
ngobrol… tiba–tiba kami dikagetkan oleh sebuah benturan yang amat keras, kami
mengedarkan pandangan. Ternyata sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang
meluncur dari arah yang berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian
untuk menolong korban.
Kejadian
yang sungguh tragis. Kami lihat dua awak salah satu mobil dalam kondisi sangat
kritis, keduanya segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah.
Kami
cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat
mengerikan. Kami kembali kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma.
Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat.
Ucapkanlah:
“Laailaaha Illallaah … laailaaha illallaah perintah temanku.
Tetapi
sungguh mengherankan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. Keadaan ini
membuatku merinding. Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang
sekarat… kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat.
Aku
diam membisu, aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku
belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi
seperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat,
tetapi… keduanya tetap terus saja melantunkan lagu tak ada gunanya…
Suara
lagunya terdengar semakin melemah.. lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam,
tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak … keduanya telah
meninggal dunia.
Kami
segera membawa mereka ke dalam mobil.
Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah katapun. Selama perjalanannya ada
kebisuan, hening.
Kesunyian
pecah ketika temanku mulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su’ul
khatimah (kesudahan yang buruk). ia berkata:“Manusia akan mengakhiri
hidupnya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar