Oleh : ABDUL HAMID AL BILALY
SYUBHAT
KETIGA: IMAN ITU LETAKNYA DI HATI
Jika
seorang di antara mereka ditanya, mengapa dia tidak berhijab? Maka ukhti yang
terhormat ini akan menjawab: “ Ah, iman itu letaknya di hati”.
Ini adalah jawaban yang paling sering dilontarkan oleh para wanita
muslimah yang belum berhijab. Karena itu di bawah ini akan kita bahas syubhat
tersebut.
1.
Sumber syubhat.
Mereka
berusaha menafsirkan sebagian hadist, tetapi tidak sesuai dengan yang
dimaksudkan, seperti dalam sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada
bentuk-bentuk (lahiriah) dan harta kekayaanmu, tetapi Dia melihat pada hati dan
amalmu sekalian.” (HR. Muslim No: 2564 dari Abu
Hurairah).
Pengarang
kitab "Nuzhatul Muttaqin" berkata: “Hadits ini menunjukkan
bahwa pahala amal tergantung pada keikhlasan hati, kelurusan niat, perhatian
terhadap situasi hati pelempangan tujuan dan kebersihan hati dari segala sifat
tercela yang dimurkai Allah ([1]).
2.
Definisi Iman:
Iman
tidak cukup hanya dalam hati. Iman dalam hati semata tidak cukup untuk
menyelamatkan diri dari neraka dan mendapatkan surga.
Definisi
iman menurut jumhur ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah: “Keyakinan
dalam hati, pengucapan dengan lisan, dan pelaksanaan dengan anggota badan”. Definisi
ini terdapat dalam setiap buku aqidah (tauhid) kecuali buku-buku yang
menyimpang dan tidak berdasarkan manhaj (methode) Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
3.
Kesempurnaan Iman
Dalam
Tashawwur (gambaran) kita, orang yang mengatakan iman dengan lidahnya, tetapi
tidak disertai dengan keyakinan hatinya, itu adalah keadaan orang-orang
munafik. Demikian pula orang yang beramal hanya sebatas aktivitas tubuh anggota
badan, tetapi tidak disertai keyakinan hati, itu merupakan keadaan orang-orang
munafik.
Pada
masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
mereka senantiasa shalat bersama beliau, berperang, mengeluarkan nafkah, pulang
pergi bersama kaum muslimin, tetapi hati mereka tidak pernah beriman kepada
agama Allah. Kepada mereka, Allah menghukumi sebagai orang-orang munafik, dan
balasan untuk mereka adalah berada di kerak neraka (dasar neraka).
Demikian
pula orang yang beriman hanya dengan hatinya tapi tidak disertai amalan anggota
badan. Ini adalah keadaan Iblis. Dia percaya pada kekuasaan Allah, Dzat yang
menghidupkan dan mematikan, dia juga percaya terhadap adanya hari kiamat,
tetapi dia tidak beramal dengan anggota tubuhnya. Allah berfirman:
“Ia (Iblis) enggan dan takabbur dan adalah dia
termasuk golongan orang-orang kafir.”
(QS. Al Baqarah: 34).
Dalam
AL Qur’an: setiap kali disebutkan kata iman, selalu disertai dengan amal,
seperti:
“Orang-orang yang beriman dan beramal
shaleh …”
Amal
selalu beriringan dan merupakan konsekwensi iman, keduanya tidak dapat
dipisah-pisahkan.
Kepada
ukhti yang belum berhijab dengan alasan: "Iman itu letaknya dalam hati”
kami hendak bertanya: “Andaikata seorang kepala sekolah memintanya membuat laporan, atau mengawasi
murid-murid, atau memberi pelajaran ekstra kurikuler, atau menjadi petugas
piket untuk menjadi guru yang berhalangan hadir atau pekerjaan lain, logiskah
jika ia menjawab: “Dalam hati, saya
percaya, dan belum mantap terhadap apa yang diminta oleh direktur kepadaku,
tetapi aku tidak mau melaksanakan yang dikehendakinya dariku” Apakah jawaban
ini bisa diterima? Lalu apa akibat yang bakal menimpanya?
Ini
sekedar contoh dalam kehidupan manusia, lalu bagaimana jika urusan itu
berhubungan dengan Allah, Tuhan manusia yang memiliki sifat yang Maha Tinggi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar